1. Definisi subrogasi
Subrogation is a right of one person, having indemnified
another under a legal obligation to do so, to stand in the place of that
another and avail himself of all rights and remedies of that other, whether
already enforced or not.
Dalam kasus Burnand v. Rodonachi,
prinsip subrogasi diketengahkan di mana asuradur yang telah memberikan
indemnity, berhak menerima kembali dari tertanggung sesuatu yang diterima
tertanggung dari sumber lain.
Hal yang mendasar adalah bahwa
tertanggung berhak atas indemnity tapi tidak boleh lebih dari itu. Subrogasi
membolehkan asuradur menggantikan kedudukan tertanggung dalam memperoleh
keuntungan atas adanya kejadian yang dijaminkan.
2. Corollary of indemnity
Subrogation merupakan pendukung
konsep indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan
recovery lebih dari kerugian yang dideritanya. Kasus hukumnya adalah Castellain
v. Preston (1833) di mana dalam kasus ini Preston melakukan transaksi jual rumah sewaktu rumah itu
terbakar. Ia kemudian memperoleh penggantian dari asuradurnya, Liverpool London
and Globe, dan selanjutnya selagi perbaikan rumah tersebut dilakukan, ia juga
menerima sepenuhnya harga beli dari Rayner. Kontrak jual beli mana membawa
kewajiban bagi Rayner untuk membayar seharga 3.100 pound sekalipun rumah telah
rusak dan belum diperbaiki. Castellain atas nama beberapa asuradur, berhasil
menuntut sejumlah pembayaran yang telah diberikan kepada Preston.
Dalam penerimaan sejumlah tadi,
Preston telah menuntut hak terhadap Rayner. Recovery dari Preston sejumlah 330
pound, yang merupakan perkiraan biaya perbaikan, adalah suatu contoh suatu
asuradir mengambil manfaat untuk dirinya atas hak yang telah dilakukan oleh
tertanggung
Biasanya, jika tertanggung telah
diberikan indemnity oleh asuradur, tertanggung belum akan melakukan tuntutan
untuk meminta recovery yang ada dari pihak ketiga kalau tidak diminta oleh
asuradir.
Dalam kontrak asuransi jiwa yang
bukan merupakan kontrak indemnity, subrogasi tidak diberlakukan dan apabila
ahli waris tertanggung dapat memperoleh recovery dari pihak ketiga yang
melakukan kelalaian, di samping memperoleh pembayaran sejumlah uang dari
asuradur.
3. Perluasan hak subrogasi
Mengingat hubungan antara
subrogasi dan indemnity, seorang asuradur dapat memperoleh recovery dari apa
yang telah dibayarkannya kepada tertanggung.
a.
Asuradur tidak harus memperoleh untung
atas hak subrogasinya.
Contoh kasusnya adalah Yorkshire Insurance Co. Ltd v. Nisbet
Shipping Co. Ltd (1996) di mana pembayaran klaim sejumlah 72.000 pound
telah dilakukan oleh asuradur kepada tertanggung, kemudian tertanggung menerima
recovery dari pihak ketiga. Tetapi karena waktu antara pembayaran klaim dengan
recovery dari pihak ketiga agak lama, dan karena situasi moneter yang mengalami
devaluasi, tertanggung menerima recovery sebesar 127.000 pound. Pengadilan
kemudian memutuskan bhwa asuradur hanya memperoleh recovery sejumlah 72.000
pound.
Ini sama
dengan apa yang telah dinyatakan dalam kasus Glen Line v. Attorney General (1930) bahwa:
Asuradur,
berdasarkan doktrin subrogasi, tidak dapat memperoleh recovery lebih dari yang
telah dibayarkannya kepada tertanggung.
Penegasan
tersebut kemudian diterapkan dalam Scottish
Union & National Insurance v. Davis (1970) di mana asuradir telah
membayar 409 pound untuk biaya reparasi dan berupaya melakukan subrogasi atas
nama tertanggung yang telah menerima 350 pound dari sumber lain. Namun karena
perbaikan tersebut kurang memuaskan dan tertanggung mengajukan protes, akhirnya
pengadilan memutuskan bahwa asuradir tidak mempunyai hak atas recovery.
b.
Dalam hal
tertanggung bersedia menerima sebagian resiko, misalnya dengan dikenakannya
excess atau average, tertanggung menanggung sejumlah resiko yang diperhitungkan
dalam pembayaran klaim.
Dalam hal asuradir memberikan pembayaran ex gratia asuradir tidak berhak
melakukan subrogasi dan tertanggung bisa memperoleh recovery dari sumber lain.
Hal ini disebabkan karena pembayaran ex
gratia bukan merupakan indemnity sedangkan hak subrogasi timbul untuk mendukung
konsep indemnity.
4. Timbulnya hak subrogasi
Hak
subrogasi dapat timbul dari:
a.
Tort, adalah
kesalahan yang sifatnya perdata (civil wrong), yang merupakan bagian
dari common law Inggris, dan bukan merupakan tindakan kriminal.
Macam-macam tort:
-
Neglience (kelalaian).
Definisi neglience:
“The omission to do something
which a reasonable man, guided upon those consideration which ordinarily
regulate the conduct of human affairs, would do, or doing something which a
prudent and reasonable man would not do” (Blyth v. Birmingham Waterworks Co.,
1856)
Contoh : mobil tertanggung mengalami
kerusakan akibat tabrakan yang disebabkan oleh kelalain pihak ketiga, maka
penanggung setelah membayar indemnity kepada tertanggung, dapat menggunakan hak
subrogasi untuk menuntut recovery dari pihak ketiga.
-
Nuisance,
merupakan gangguan terhadap hak seseorang untuk menikmati fasilitas yang ia
miliki
Contoh:
Di jalan ada
galian jalan oleh kontraktor. Karena tidak ada tanda pengamanan, mobil
tertanggung masuk ke lubang dan rusak. Tertanggung bisa minta penggantian dari
asuransi dan asuransi mempunyai hak subrogasi kepada kontraktor tersebut
(public nuisance).
Di sebelah rumah tertanggung ada proyek
gedung yang menggunakan hammer yang menyebabkan getaran dan rumah tertanggung menjadi rusak/retak (private
nuisance).
-
Trespass, misalnya memasuki halaman dan rumah orang tanpa ijin
termasuk penganiayaan dan mengambil harta benda milik orang lain.
Contoh :
Mobil tertanggung dicuri dan minta penggantian dari asuransi. Perusahan asuransi punya hak untuk mengejar pencuri dan
minta ganti rugi.
-
Strict liability
Contoh : Di suatu kompleks perumahan,
seseorang menyimpan barang yang tidak semestinya dalam jumlah yang banyak,
misalnya bensin. Apabila bensin terbakar dan membakar rumah orang lain, maka ia
bertanggung jawab terhadap kerugian orang lain.
-
Defamation
Terbagi menjadi slander (lisan)
dan libel (tulisan)
Contoh :
rekaman acara televisi yang merusak nama orang lain (libel, karena sifatnya
permanen)
b. Contract
Salah satu bagian dari common law
adalah kontrak. Dalam hubungannya dengan subrogasi, ada kasus-kasus di mana:
-
seseorang yang memiliki contractual
right untuk kompensasi atas kesalahan, dan
-
dalam hukum kebiasaan dagang ada
ketentuan bahwa bailees tertentu bertanggung jawab, misalkan pemilik hotel
Contoh hak subrogasi yang
timbul dari kontrak:
-
Mobil tertanggung dimasukkan ke bengkel,
lalu tertanggung membuat kontrak dengan pihak bengkel bahwa selama mobil ada di
bengkel, segala kerusakan menjadi tanggung jawab bengkel, misalnya karena
kejatuhan benda keras, terbakar, dll. Apabila terjadi kerusakan atas mobil
tertanggung, penanggung membayar klaim kepada tertanggung dan punya hak
subrogasi terhadap pemilik bengkel.
-
Untuk hotel biasanya ada disclaimer
notice (untuk uang dan perhiasan) yang menyatakan bahwa kerusakan atau
kehilangan menjadi tanggung jawab hotel sehingga penanggung tidak dapat
menerapkan subrogasi.
-
Dalam kontrak sewa rumah, biasanya
dibuat kontrak bahwa penyewa bertanggung jawab terhadap segala kerusakan rumah
yang disewanya.
Dalam dua kasus ini hak
subrogasi tidak berlaku
-
Petrofina
(UK)
v. Magnaload (1984), di mana asuradir tidak dapat menuntut
hak subrogasinya terhadap pihak ketiga yang melakukan co-insured dengan
penggugat. Baik penggugat maupun tergugat sama-sama mengasuransikan pada satu
asuradir dan asuradir tidak dapat menuntut kepada tertanggungnya sendiri.
-
Mark
Rowlands Ltd. V. Berni Inns Ltd and others, di mana
penyewa diminta untuk membayar sebagian premi untuk polis pemilik rumah
sehingga penyewa berhak atas manfaat asuransi, dan baik pihak penyewa maupun
asuradir tidak lagi menuntut recovery dari penyewa.
-
c. Statute
Dalam Riot Damage Act 1886 di
mana seseorang menderita kerugian/kerusakan sebagaimana yang telah disebutkan
dalam UU tersebut dan telah diberikan indemnity, maka asuradir mempunyai hak
subrogasi untuk memperoleh recovery dari pihak polisi.
Karena dalam Act tersebut
dinyatakan bahwa asuradir harus menyampaikan tuntutan subrogasinya kepada pihak
kantor polisi paling lama 14 hari sejak kejadian huru hara, maka pihak
tertanggung hanya diberikan batas waktu 7 hari untuk mengajukan indemnity atas
polis yang menutup huru hara tadi.
d. Subject matter of insurance
Apabila terjadi total loss dan
tertanggung telah menerima indemnity sepenuhnya, tertanggung tidak lagi berhak
atas salvage. Dengan demikian jika asuradir menjual salvage, pada dasarnya ia
telah melakukan hak subrogasi dalam rangka mendukung prinsip indemnity.
Hak subrogasi yang timbul dari
adanya subject matter of insurance ini tidak berlaku dalam marine abandonment. Jika barang itu telah
diabandon kepada asuradir, maka asuradir berhak atas apa saja sisa barang,
terlepas dari nilai dan hak subrogasi.
5. Saat timbulnya hak subrogasi
a.
Berdasarkan common law, subrogasi tidak
ada sebelum asuradir telah memberikan pembayaran indemnity. Akan tetapi hal ini
dapat menimbulkan beberapa persoalan di mana asuradir akan kehilangan kontrol
dan sampai pada tunduhan menunda pembayaran klaim.
b.
Dalam polis biasanya dimasukkan unsur
subrogation right, di mana recovery dari pihak ketiga akan diperoleh setelah
klaim dibayar, tetapi klausula dalam polis tadi memungkinkan asuradir untuk
memaksa pihak ketiga berhutang dengan penangguhan indemnity yang diberikan
kepada tertanggung.
Perubahan dari common law
sebagaimana terjadi dalam polis asuransi kebakaran seperti di atas tidak ada
dalam marine insurance di mana kondisi tersebut tidak digunakan dan klaim harus
dipenuhi sebelum memiliki hak subrogasi.
Pelaksanaan
subrogasi harus dilakukan atas nama tertanggung. Pengecualian dari aturan ini
Public Order Act di mana asuradir melakukan atas namanya sendiri.
6. Modifikasi pelaksanaan subrogasi
a.
Dalam asuransi kendaraan bermotor sering
ditemukan perjanjian bersama antara para asuradir yang disebut “knock for knock
agreement”. Berdasarkan perjanjian ini, hak subrogasi dihapuskan di mana
asuradir tidak akan melakukan subrogasi terhadap satu sama lain atas kejadian
yang menimpa kerusakaan kendaraan tertanggung mereka. Contoh perjanjian lainnya
juga dapat dijumpai dalam perjanjian antara perusahaan asuransi kendaraan
bermotor dan asuransi kerugian lainnya di mana mereka setuju untuk memberikan
kontribusi terhadap kerugian dengan proporsi yang ditetapkan sebelumnya.
b.
Dalam asuransi employers’ liability,
subrogasi hapus manakala seorang pegawai menyebabkan cidera pegawai lainnya.
Bila tidak ada subrogasi, akan timbul situasi di mana asuradir akan menuntut
pegawai atas nama tertanggung yaitu majikannya. Ketentuan ini dihapuskan dengan pengertian bahwa tujuan asuransi itu
sendiri akan memberikan manfaat bagi para karyawan.
Perjanjian
antara para asuradir semacam ini timbul dalam kasus Lister v. Romford Ice and Cold Storage Ltd (1957). Dalam kasus itu perusahaan
perusahaan asuransi memberikan indemnity kepada tertanggungnya, seorang
majikan, karena cideranya seorang karyawan akibat kelalaian karyawan
tertanggung. Kemudian asuradir tadi berhasil menuntut pihak karyawan yang lalai
tadi atas nama tertanggung.
Dalam kasus Morris v. Ford Motor
Co. (1973) timbul situasi yang mirip. Seorang pegawai perusahaan cleaning
service yang sedang bekerja di kantor Ford luka akibat kelalaian salah seorang
pegawai Ford. Akan tetapi perusahaan cleaning service telah setuju tuntutan
klaim tersebut sekalipun penyebabnya adalah pegawai Ford sendiri. Setelah
perusahaan cleaning service membayar kepada pegawainya kemudian perusahaan ini
melakukan subrogasi kepada pegawai Ford, yaitu kepada asuradir Ford. Perjanjian
antara asuradir yang dilakukan setelah kasus Lister, pengadilan menolak klaim
atas dasar bahwa hal itu tidak adil dan merusak hubungan industri.
Prinsip Asuransi No 5 (INSURANCE PRINCIPLE No 5) - SUBROGASI
4/
5
Oleh
sudarno hardjo