Tuesday, 8 July 2025

MENGAPA TERTANGGUNG DIKENAKAN CO-INSURANCE 10% PADA ASURANSI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN

Pemberlakuan co-insurance 10% pada asuransi kesehatan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mulai pada bulan januari tahun 2026 memiliki sejumlah alasan penting yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan industri asuransi dan membentuk perilaku yang lebih bijak dalam pemanfaatan layanan kesehatan.

 

Dalam praktik asuransi kesehatan, istilah co-insurance merujuk pada kewajiban tertanggung untuk menanggung sebagian dari biaya perawatan medis yang diklaim. Salah satu skema yang sering digunakan adalah co-insurance 10%, di mana tertanggung membayar 10% dari total biaya klaim setelah dikurangi deductible. Meskipun sekilas tampak sebagai beban tambahan bagi peserta asuransi, co-insurance justru memiliki peran strategis dalam menjaga keberlangsungan sistem asuransi.

 

1.1      Apa Itu Co-Insurance dan Bagaimana Cara Kerjanya?

Co-insurance adalah bentuk biaya berbagi antara perusahaan asuransi dan peserta. Dalam konteks ini, perusahaan tidak membayar klaim secara penuh, tetapi berbagi sebagian dengan tertanggung setelah melewati batas deductible.

 

Sebagai ilustrasi:

Bila biaya rawat inap adalah Rp20.000.000 dan deductible Rp1.000.000, maka sisa klaim Rp19.000.000. Dengan co-insurance 10%, peserta menanggung Rp1.900.000 (10%) dan perusahaan membayar Rp17.100.000 (90%).

 

Hal ini berbeda dengan:

·            Deductible: Biaya tetap di awal klaim.

·            Limitasi manfaat: Batas maksimum nilai manfaat pertanggungan.

 

1.2     Alasan Diterapkannya Co-Insurance 10%

1)          Mendorong Kepedulian Biaya oleh Tertanggung

§    Ketika peserta ikut menanggung sebagian biaya, mereka menjadi lebih sadar terhadap keputusan medis dan harga layanan. Ini mencegah tindakan medis yang tidak perlu atau berlebihan.

·            Peserta akan lebih cermat memilih jenis perawatan dan fasilitas (tidak selalu memilih yang mahal jika tidak perlu).

·            Perusahaan asuransi bisa mengontrol biaya klaim agar tetap rasional dan terkendali.

2)          Mengurangi Moral Hazard

§    Tanpa biaya yang ditanggung sendiri, peserta cenderung "sembarangan" memanfaatkan manfaat, misalnya melakukan klaim kecil berulang yang sebenarnya bisa ditanggung sendiri.

·            Tanpa co-insurance, peserta bisa menggunakan fasilitas kesehatan secara berlebihan atau tidak perlu karena semua biaya ditanggung penuh.

·            Dengan membayar sebagian, peserta lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan manfaat.

3)          Menekan Klaim Kecil dan Tidak Signifikan

§    Co-insurance menyaring klaim-klaim yang bernilai kecil. Ini membantu perusahaan lebih fokus pada klaim material dan menjaga efisiensi administrasi.

·            Dalam skema asuransi, dana dihimpun dari banyak peserta untuk membayar klaim sebagian kecil peserta yang sakit.

·            Co-insurance membantu mencegah pemborosan, sehingga dana risk pool bisa lebih awet dan adil bagi semua peserta.

4)          Berbagi Risiko Secara Adil

§    Asuransi pada dasarnya adalah skema berbagi risiko. Co-insurance menegaskan bahwa peserta juga ikut berkontribusi dalam pengelolaan risiko kesehatan mereka.

·            Peserta ikut memiliki tanggung jawab atas biaya kesehatannya sendiri.

·            Ini menciptakan kesadaran bahwa layanan kesehatan bukan "gratis", tetapi perlu penggunaan secara bertanggung jawab.

5)          Menstabilkan Premi Tahunan

§    Karena klaim lebih terkendali, perusahaan tidak perlu menaikkan premi secara drastis setiap tahun. Ini menjaga keberlanjutan produk dan keterjangkauan bagi peserta.

·            Jika klaim terlalu tinggi akibat penggunaan yang berlebihan, maka premi akan naik.

·            Co-insurance membantu menekan klaim sehingga premi tetap terjangkau.

 

1.3     Dampak Co-Insurance bagi Tertanggung

🔹    Kelebihan:

·            Menumbuhkan kesadaran dan kedisiplinan dalam menggunakan layanan kesehatan.

·            Menghindarkan dari konsumsi medis berlebihan.

·            Membantu peserta menjadi lebih bijak dalam merencanakan keuangan kesehatan.

 

🔹    Kekurangan:

·            Menambah beban finansial saat terjadi klaim besar.

·            Dalam beberapa kasus, menyebabkan peserta menunda pengobatan karena takut akan biaya.

·            Bisa menimbulkan persepsi negatif jika tidak dijelaskan dengan baik saat penjualan polis.

 

🔹    Contoh Perilaku yang Muncul:

·            Memilih obat generik daripada obat paten.

·            Menghindari rawat inap jika belum sangat mendesak.

·            Bertanya lebih dulu soal biaya sebelum menjalani tindakan medis.

 

1.4     Dampak Co-Insurance bagi Perusahaan Asuransi

Manfaat:

·            Mengurangi frekuensi klaim kecil.

·            Meningkatkan efisiensi proses klaim.

·            Menjaga rasio klaim tetap sehat dan premi tetap kompetitif.

·            Menyaring penggunaan manfaat secara lebih rasional.

 

Tantangan:

·            Meningkatkan risiko underutilization (layanan penting tidak dimanfaatkan).

·            Potensi keluhan dari peserta yang tidak paham skema co-insurance.

·            Perlunya edukasi dan komunikasi yang konsisten untuk menjelaskan manfaat dan alasan keberadaan co-insurance.

 

1.5     Kesimpulan

Penerapan co-insurance 10% pada asuransi kesehatan bukan sekadar strategi finansial, melainkan langkah pengelolaan risiko bersama antara perusahaan dan peserta. Skema ini dapat menekan beban klaim, menjaga premi tetap terjangkau, dan mendorong perilaku konsumsi layanan kesehatan yang lebih bertanggung jawab. Meski memiliki konsekuensi bagi peserta, dampaknya dapat diminimalkan jika perusahaan menjalankan edukasi yang efektif dan terbuka sejak awal pembelian polis.

 

 

 

BAB II DASAR-DASAR CO-INSURANCE DALAM ASURANSI KESEHATAN

 

2.1     Tujuan artikel:

·            Memahami konsep co-insurance dan dasar penerapannya dalam asuransi kesehatan.

·            Mengidentifikasi manfaat dan risiko co-insurance bagi tertanggung dan perusahaan asuransi.

·            Menganalisis bagaimana co-insurance berperan dalam pengendalian klaim dan pengelolaan biaya.

 

2.2     Apa Itu Co-Insurance dalam Asuransi Kesehatan?

Pengertian Umum:

Co-insurance adalah bentuk cost sharing antara penanggung (asuransi) dan tertanggung (peserta) di mana peserta asuransi membayar persentase tertentu dari biaya medis setelah deductible terpenuhi (jika ada).

 

Contoh Sederhana:

Jika tagihan rumah sakit Rp10 juta dan co-insurance 10%, maka tertanggung membayar Rp1 juta dan asuransi membayar Rp9 juta.

 

2.3.    Co-Insurance vs Deductible vs Limitasi Manfaat

Istilah

Definisi

Contoh

Co-Insurance

Persentase biaya medis yang ditanggung peserta setelah klaim disetujui

10% dari biaya rawat inap dibayar peserta

Deductible

Jumlah tetap yang harus dibayar peserta terlebih dahulu sebelum asuransi mengganti biaya

Rp1 juta pertama klaim dibayar sendiri

Limitasi Manfaat

Batas maksimum pertanggungan dari polis asuransi untuk jenis layanan tertentu

Maksimum pertanggungan kamar Rp1 juta/hari atau operasi Rp25 juta

 

Ketiganya sering dikombinasikan dalam polis asuransi kesehatan.

 

2.4.    Contoh Skema Co-Insurance 10% dalam Polis

Ilustrasi:

·            Total tagihan rumah sakit: Rp20 juta

·            Deductible: Rp1 juta

·            Co-insurance: 10% setelah deductible

 

Perhitungan:

·            Setelah deductible, sisa Rp19 juta

·            Co-insurance 10% = Rp1,9 juta → dibayar tertanggung

·            Sisanya Rp17,1 juta → dibayar asuransi

 

2.5     Posisi Co-Insurance dalam Struktur Manfaat Polis

Co-insurance biasanya muncul setelah deductible dan sebelum limit manfaat berlaku.

Struktur Umum Urutan Klaim:

1)          Deductible: Dibayar penuh oleh tertanggung terlebih dahulu.

2)          Co-Insurance: Setelah deductible, biaya dibagi antara tertanggung & penanggung.

3)          Limitasi Manfaat: Jika biaya melebihi batas manfaat polis, kelebihannya ditanggung tertanggung.

 

Co-insurance merupakan instrumen manajemen risiko berlapis yang menyeimbangkan perlindungan dan tanggung jawab pribadi.

 

 

2.6.    Jenis Produk Asuransi Kesehatan yang Umumnya Menerapkan Co-Insurance

·            Asuransi Kesehatan Swasta (individu dan kumpulan): mayoritas menerapkan co-insurance.

·            Manfaat Tambahan BPJS (jika dikombinasi dengan produk top-up).

·            Asuransi Rawat Jalan dan Rawat Inap

·            Asuransi Kesehatan Unit Link

·            Asuransi Internasional / Ekspatriat: biasa menerapkan co-insurance 10–20% di luar jaringan provider.

 

2.7.    Perbedaan Co-Insurance di Asuransi Kesehatan vs Asuransi Umum

Aspek

Asuransi Kesehatan

Asuransi Umum (Properti, Kendaraan, dll.)

Tujuan

Kendalikan frekuensi klaim dan konsumsi medis

Alihkan sebagian risiko ke tertanggung

Penerapan

Berlaku pada setiap transaksi medis

Biasanya untuk klaim besar (kerusakan kendaraan, kebakaran)

Frekuensi

Klaim bisa sering & kecil-kecil

Klaim biasanya jarang tapi besar

Perhitungan

Persentase dari biaya layanan

Persentase dari nilai kerugian atau nilai pertanggungan

Contoh Umum

10% co-insurance untuk rawat inap

20% co-insurance untuk risiko gempa di properti industri besar

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III ALASAN PENERAPAN CO-INSURANCE 10%

 

3.1     Mendorong Kepedulian Biaya (Cost Awareness) oleh Tertanggung

Dengan adanya co-insurance 10%, tertanggung menjadi lebih sadar akan biaya layanan kesehatan yang mereka gunakan, karena mereka ikut menanggung sebagian biayanya.

 

Manfaat:

·            Tertanggung menjadi lebih selektif dalam memilih rumah sakit atau jenis perawatan.

·            Mencegah permintaan layanan medis yang tidak perlu atau terlalu mahal.

 

Contoh Kasus:

Pasien memilih pemeriksaan laboratorium lengkap di luar kebutuhan medis karena ditanggung penuh → co-insurance membuat mereka berpikir dua kali.

 

3.2     Mencegah Moral Hazard (Penyalahgunaan Manfaat)

Penjelasan:

Moral hazard terjadi saat peserta asuransi merasa bebas menggunakan manfaat karena tidak menanggung biaya secara langsung.

 

Fungsi Co-Insurance:

Dengan ikut membayar 10%, tertanggung memiliki “skin in the game”, sehingga lebih bertanggung jawab dan tidak sembarangan klaim.

 

Ilustrasi:

Tanpa co-insurance → peserta rutin melakukan medical check-up berbiaya tinggi setiap bulan, meskipun tidak dianjurkan dokter.

 

3.3     Meningkatkan Disiplin Konsumsi Layanan Kesehatan

Co-insurance menciptakan kendali internal pada peserta untuk tidak menyalahgunakan akses ke layanan kesehatan, serta memprioritaskan kebutuhan medis yang penting.

 

Efek Positif:

·            Mengurangi kunjungan rawat jalan yang tidak esensial.

·            Mendorong penggunaan obat generik.

·            Memperkuat peran dokter dalam menyaring kebutuhan pengobatan.

 

Contoh:

Pasien menunda tindakan minor (non-urgent) karena mempertimbangkan beban biaya pribadi → ini menunjukkan adanya pemilahan prioritas.

 

3.4     Membantu Menekan Klaim Kecil Berulang

Klaim-klaim kecil namun sering (seperti flu ringan, demam, pemeriksaan ringan) jika terus-menerus ditanggung penuh akan membebani rasio klaim perusahaan.

 

Solusi:

Dengan co-insurance 10%, peserta cenderung hanya mengklaim untuk biaya yang substansial, bukan hal kecil-kecil yang bisa ditanggung sendiri.

 

Manfaat bagi Perusahaan:

·            Mengurangi volume administrasi klaim.

·            Mempercepat pelayanan untuk klaim penting.

·            Menurunkan total nilai klaim tahunan.

 

3.5     Berbagi Risiko antara Tertanggung dan Penanggung

Asuransi adalah mekanisme pembagian risiko. Co-insurance adalah bentuk nyata dari risk sharing.

 

Keuntungannya:

·            Menyeimbangkan tanggung jawab antara dua pihak.

·            Menghindari ketergantungan penuh peserta pada asuransi.

·            Meningkatkan kesadaran bahwa risiko tetap ada dan perlu dikelola bersama.

 

Analogi:

Seperti dalam bisnis patungan, risiko dibagi agar kedua pihak sama-sama bertanggung jawab atas hasil akhir.

 

3.6     Menstabilkan Premi agar Tetap Terjangkau

Premi mencerminkan risiko dan klaim yang dibayar oleh asuransi. Jika semua klaim dibayar penuh, maka premi akan naik tajam.

 

Peran Co-Insurance:

Dengan mengurangi total biaya yang harus dibayar perusahaan (misal 10% dibayar peserta), maka premi tahunan dapat ditekan.

 

Efek Jangka Panjang:

·            Premi lebih stabil.

·            Produk asuransi lebih kompetitif.

·            Menjangkau segmen masyarakat yang lebih luas.

 

3.7     Berikut adalah grafik pie chart yang menggambarkan simulasi pembagian biaya tagihan rumah sakit senilai Rp20 juta, dengan ketentuan:

·            Deductible: Rp1 juta (dibayar tertanggung sepenuhnya)

·            Co-insurance 10%: Rp1,9 juta (10% dari Rp19 juta sisanya, dibayar tertanggung)

·            Dibayar Asuransi: Rp17,1 juta (90% dari Rp19 juta)

 

Visual ini efektif untuk menjelaskan kepada peserta:

·            Porsi biaya yang tetap menjadi tanggung jawab peserta meskipun sudah memiliki asuransi.

 

Peran co-insurance sebagai bentuk cost sharing yang nyata.


 





 

Tagihan Rumah Sakit: Rp20 juta

Skenario A – Dengan Co-Insurance 10%

·            Deductible: Rp1 juta

·            Co-Insurance (10%): Rp1,9 juta

·            Dibayar Asuransi: Rp17,1 juta

 

 Skenario B – Tanpa Co-Insurance

·            Deductible: Rp1 juta

·            Co-Insurance: Rp0

·            Dibayar Asuransi: Rp19 juta

 

Grafik ini menunjukkan bahwa beban asuransi lebih besar saat tidak ada co-insurance, sedangkan co-insurance membantu berbagi risiko dan mengurangi tanggungan biaya klaim oleh perusahaan asuransi.

3.8     Struktur Tabel Excel Simulatif:

Total Biaya Medis

Deductible

Co-Insurance %

Setelah Deductible

Co-Insurance Dibayar Peserta

Klaim Dibayar Asuransi

Total Dibayar Peserta

Rp50.000.000

Rp1.000.000

0%

Rp49.000.000

Rp0

Rp49.000.000

Rp1.000.000

Rp50.000.000

Rp1.000.000

10%

Rp49.000.000

Rp4.900.000

Rp44.100.000

Rp5.900.000

Rp50.000.000

Rp1.000.000

20%

Rp49.000.000

Rp9.800.000

Rp39.200.000

Rp10.800.000

 

Ctatan:

·            Peserta dapat mengubah angka biaya medis, deductible, dan co-insurance % untuk memahami skenario berbeda.

·            Cocok digunakan dalam sesi latihan mandiri atau kelompok.

 

 

 

 

 

 

 

3.9     Skenario Studi Kasus Diskusi

Studi Kasus:

Seorang nasabah, Bapak Adi, mengalami kecelakaan ringan dan harus menjalani operasi kecil serta rawat inap, dengan total biaya medis sebesar Rp50 juta. Polis asuransi yang dimiliki memiliki:

·            Deductible: Rp1.000.000

·            Tiga opsi co-insurance untuk simulasi:

o      a. Tanpa co-insurance (0%)

o      b. Co-insurance 10%

o      c. Co-insurance 20%

 

 Pertanyaan untuk Diskusi :

1)          Berapa total klaim yang akan dibayar perusahaan dan berapa yang dibayar Bapak Adi untuk masing-masing skema?

2)          Jika Bapak Adi mengetahui sebelum berobat bahwa ia harus menanggung 20% dari sisa biaya setelah deductible, apakah ia akan:

·            Tetap mengambil layanan terbaik?

·            Meminta alternatif tindakan medis yang lebih murah?

·            Menunda pengobatan?

3)          Menurut peserta, apakah co-insurance:

·            Memotivasi tanggung jawab finansial?

·            Membatasi akses layanan?

·            Perlu ada penyesuaian untuk jenis layanan tertentu?

4)          Jika Anda adalah bagian dari tim pemasaran atau underwriting, bagaimana cara terbaik menjelaskan co-insurance agar tidak disalahpahami?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV DAMPAK CO-INSURANCE BAGI TERTANGGUNG

 

4.1     Kelebihan: Meningkatkan Kesadaran Biaya dan Tanggung Jawab Pribadi

Co-insurance memaksa peserta untuk ikut memikul sebagian biaya sehingga mereka lebih sadar bahwa setiap layanan kesehatan memiliki nilai ekonomi.

 

Dampak Positif:

·            Tertanggung lebih bijak memilih rumah sakit dan dokter.

·            Mendorong perilaku membandingkan harga dan kualitas.

·            Menghindari perilaku "asal klaim karena gratis".

 

Ilustrasi:

Pasien akan mempertimbangkan apakah layanan rawat inap benar-benar dibutuhkan, atau bisa ditangani rawat jalan.

 

4.2     Kekurangan: Beban Finansial Tambahan saat Klaim

Saat klaim terjadi, co-insurance 10% tetap harus dibayar sendiri, dan ini bisa menjadi beban signifikan terutama pada kasus biaya besar atau kejadian mendadak.

 

 Risiko:

·            Pasien mungkin tidak siap dana cadangan.

·            Bisa menyebabkan utang pribadi atau pemakaian dana darurat.

 

Contoh:

Rawat inap dengan total biaya Rp100 juta → co-insurance 10% = Rp10 juta → bisa menjadi beban mendadak yang berat bagi keluarga.

 

4.3     Perilaku Tertanggung: Menunda atau Menghindari Layanan

Karena tahu akan membayar 10%, sebagian peserta menunda atau bahkan menghindari pengobatan meskipun sudah memiliki asuransi.

 

Konsekuensi:

·            Kondisi medis memburuk karena penanganan terlambat.

·            Meningkatkan biaya jangka panjang akibat komplikasi.

 

Fenomena:

Tertanggung menunda kontrol hipertensi karena khawatir keluar biaya tambahan, lalu masuk IGD karena krisis hipertensi → biaya lebih besar.

 

 

4.4     Kasus Nyata: Pasien Memilih Obat Generik akibat Co-Insurance

 Saat pasien tahu bahwa mereka harus membayar sebagian biaya obat, maka preferensinya bisa berubah menjadi lebih hemat.

 

Dampak Positif:

·            Pasien lebih terbuka dengan pilihan obat generik.

·            Mengurangi beban farmasi tanpa mengorbankan hasil terapi (jika klinis setara).

 

 Contoh Nyata:


Pasien diabetes dengan pilihan insulin merek A (Rp1 juta) vs insulin generik (Rp300 ribu) → karena co-insurance, pasien pilih yang generik.

 

 

4.5     Risiko Underutilization karena Faktor Biaya

Co-insurance bisa menyebabkan underutilization, yaitu penggunaan layanan medis di bawah kebutuhan seharusnya karena hambatan biaya.

 

Risiko Sistemik:

·            Pencegahan primer dan kontrol rutin diabaikan.

·            Biaya perawatan di masa depan meningkat.

·            Menurunkan efektivitas perlindungan kesehatan jangka panjang.

 

Studi:

Beberapa studi menunjukkan penurunan kunjungan kontrol rutin pada polis dengan co-insurance tinggi, dibanding polis yang tanpa cost sharing.

 

4.6     Berikut adalah grafik penurunan utilisasi layanan kesehatan berdasarkan tingkat co-insurance, yang menunjukkan:

·            Semakin tinggi co-insurance, semakin rendah pemanfaatan layanan medis oleh peserta.

·            Penurunan terjadi karena peserta menahan diri untuk berobat demi menghindari beban biaya pribadi.



 

 

4.7     Infografik: Perilaku Tertanggung Akibat Co-Insurance

1.       Perilaku Positif:

·            Memilih rumah sakit yang sesuai tarif.

·            Minta penjelasan dokter sebelum menyetujui tindakan medis.

·            Bersedia menggunakan obat generik.

·            Menyisihkan dana pribadi untuk kebutuhan medis mendesak.

 

2.       Perilaku Negatif:

·            Menunda perawatan karena takut bayar 10%.

·            Tidak kontrol rutin karena dianggap tidak darurat.

·            Menghindari tindakan medis yang perlu persetujuan biaya.

·            Bertanya lebih dulu: "Kalau ini bayar berapa, ya?" sebelum tindakan dilakukan.

 

4.8     Studi Kasus Tertulis dan Soal Diskusi

Kasus:

Pak Toni adalah peserta asuransi kesehatan rawat inap dengan deductible Rp1 juta dan co-insurance 10%. Suatu hari, ia dirawat karena infeksi paru. Biaya total rawat inap Rp30 juta.

 

Ketika mengetahui bahwa ia harus membayar sendiri Rp1 juta (deductible) dan 10% dari Rp29 juta (yaitu Rp2,9 juta), Pak Toni mempertimbangkan untuk pulang lebih awal walaupun dokter belum menyarankan demikian.

 

Pertanyaan Diskusi:

1)          Apa yang menyebabkan Pak Toni merasa keberatan dengan total biaya tanggungan pribadi tersebut?

2)          Apakah keputusan Pak Toni untuk pulang lebih awal bisa berdampak negatif? Jelaskan.

3)          Apa strategi komunikasi yang bisa digunakan perusahaan asuransi agar peserta memahami dan menerima skema co-insurance?

4)          Apakah dalam kasus ini co-insurance justru merugikan pasien dari sisi kesehatan? Mengapa?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V DAMPAK CO-INSURANCE BAGI PERUSAHAAN ASURANSI

 

5.1     Mengurangi Jumlah Klaim Kecil dan Tidak Perlu

Co-insurance efektif mencegah peserta melakukan klaim untuk hal-hal yang sebenarnya masih bisa ditanggung sendiri, seperti:

·            Biaya konsultasi ringan

·            Obat flu atau vitamin

·            Pemeriksaan laboratorium non-urgensi

 

Manfaat bagi Perusahaan Asuransi:

·            Volume klaim harian menurun

·            Fokus klaim pada kasus yang material

·            Menghindari overload administratif untuk klaim kecil-kecil

 

Ilustrasi:

Tanpa co-insurance → 100 klaim per hari;

Dengan co-insurance 10% → turun jadi 65 klaim/hari karena klaim non-esensial tersaring.

 

5.2     Efisiensi dalam Klaim dan Manajemen Risiko

Co-insurance meningkatkan efisiensi operasional dalam proses klaim:

Aspek Efisiensi:

·            Klaim yang masuk lebih relevan dan substansial.

·            Waktu proses klaim berkurang karena klaim ringan disaring otomatis.

·            Deteksi fraud lebih mudah karena volume lebih terkonsentrasi.

 

 Aspek Manajemen Risiko:

·            Rasio klaim (loss ratio) lebih stabil.

·            Premi tidak perlu naik tajam tiap tahun.

·            Membantu prediksi kebutuhan dana cadangan klaim (technical reserve).

 

5.3     Memperpanjang Kehidupan Polis melalui Premi Kompetitif

Co-insurance menekan klaim dan mencegah lonjakan biaya pertanggungan → memungkinkan perusahaan menjaga premi tetap bersaing di pasar.

 

Keuntungan Jangka Panjang:

·            Pelanggan cenderung tetap memperpanjang polis karena premi stabil.

·            Retensi polis meningkat → mengurangi biaya akuisisi ulang.

·            Memudahkan perusahaan menawarkan program kesehatan berkelanjutan.

 

Studi Praktik:

Produk dengan co-insurance 10% bisa mempertahankan premi selama 3 tahun berturut-turut tanpa penyesuaian tarif karena klaim terkendali.

 

5.4     Tantangan: Keluhan Nasabah dan Persepsi Ketidakadilan

Meskipun bermanfaat secara teknis, co-insurance sering menimbulkan resistensi di sisi pelanggan, seperti:

·            Merasa "tidak dilindungi sepenuhnya".

·            Bingung dengan hitungan saat klaim dibayar tidak 100%.

·            Menganggap perusahaan tidak fair meski sudah bayar premi mahal.

 

Tantangan Komunikasi:

·            Edukasi nasabah sangat penting sejak awal (pre-sales & saat klaim).

·            Harus disampaikan bahwa co-insurance adalah bentuk kerjasama dalam pengendalian biaya.

 

Solusi:

·            Buat simulasi klaim di booklet polis.

·            Sediakan kalkulator klaim di portal peserta.

·            Berikan analogi sehari-hari untuk menjelaskan manfaat jangka panjang co-insurance.

 

5.5     Template Simulasi Klaim untuk Customer Education

Total Biaya Medis (Rp)

Deductible (Rp)

Setelah Deductible (Rp)

Co-Insurance 10% (Rp)

Dibayar Asuransi (Rp)

Dibayar Peserta (Rp)

5.000.000

1.000.000

4.000.000

400.000

3.600.000

1.400.000

10.000.000

1.000.000

9.000.000

900.000

8.100.000

1.900.000

20.000.000

1.000.000

19.000.000

1.900.000

17.100.000

2.900.000

50.000.000

1.000.000

49.000.000

4.900.000

44.100.000

5.900.000

 

5.6     Tantangan Komunikasi Co-Insurance

Mengapa Co-Insurance Perlu Dijelaskan dengan Baik?

 

Tantangan yang Sering Dihadapi:

·             “Kenapa tidak dibayar 100%?”

·             “Saya sudah bayar premi tiap bulan, kok masih harus bayar lagi?”

·             “Saya tidak paham hitungan klaimnya.”

 

 Solusi Komunikasi Efektif:

·            Gunakan bahasa sederhana: hindari istilah teknis tanpa penjelasan.

·            Tambahkan simulasi visual pada brosur & aplikasi.

·            Berikan perbandingan produk dengan & tanpa co-insurance.

·            Siapkan FAQ dan video edukasi yang bisa diakses kapan saja.

 

5.7     Checklist Edukasi Awal Nasabah agar Memahami Co-Insurance

·            Dijelaskan perbedaan antara deductible, co-insurance, dan limitasi manfaat

·            Diberikan simulasi klaim dengan angka realistis

·            Nasabah paham bahwa co-insurance bukan penalti, melainkan bagian dari strategi menjaga premi

·            Nasabah mengetahui berapa persen biaya yang akan ditanggung sendiri

·            Disediakan informasi tertulis (leaflet / e-booklet / aplikasi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI ANALISIS DAN SIMULASI FINANSIAL

 

6.1     Simulasi Perbandingan Klaim dengan dan tanpa Co-Insurance

Tujuannya adalah menunjukkan secara kuantitatif bagaimana keberadaan co-insurance 10% berdampak pada pengeluaran klaim asuransi.

 

Asumsi Dasar Simulasi:

·            Jumlah peserta aktif: 10.000 orang

·            Rata-rata klaim per peserta per tahun: Rp10 juta

·            Deductible: Rp1 juta

·            Co-insurance: 10% setelah deductible

·            Asumsi semua peserta melakukan klaim (untuk ilustrasi ekstrem)

 

 Perhitungan Total Klaim Tahunan

Tanpa Co-Insurance (100% dibayar setelah deductible)

·            Biaya per peserta:

o      Klaim: Rp10.000.000

o      Deductible: Rp1.000.000

o      Dibayar Asuransi: Rp9.000.000

 

·            Total klaim perusahaan:

o       10.000 peserta × Rp9.000.000 = Rp90.000.000.000

 

Dengan Co-Insurance 10%

·            Sisa klaim setelah deductible: Rp9.000.000

·            Co-insurance (10% peserta): Rp900.000

·            Dibayar Asuransi: Rp8.100.000

·            Total klaim perusahaan:

o      10.000 peserta × Rp8.100.000 = Rp81.000.000.000

 

Selisih Pengeluaran Klaim Tahunan:

·            Penghematan bagi perusahaan: Rp9 miliar/tahun

·            Penurunan beban klaim: 10%

 

 Kesimpulan: Co-insurance 10% membantu mengurangi beban klaim perusahaan sebesar 10% per tahun.

 

6.2       Analisis Break-Even bagi Perusahaan Asuransi jika Tanpa Co-Insurance

Tujuan Analisis Break-Even:

Menentukan berapa kenaikan premi yang dibutuhkan untuk menutup kekurangan dana klaim jika perusahaan menghapus co-insurance.

 

Asumsi Lanjutan:

·            Premi tahunan per peserta saat ini: Rp9.500.000

·            Total pendapatan premi: 10.000 × Rp9.500.000 = Rp95.000.000.000

·            Total klaim jika tanpa co-insurance: Rp90.000.000.000

·            Rasio klaim (loss ratio): 94.7%

·            Target ideal rasio klaim: 80%

 

Break-even Tanpa Co-Insurance:

Agar tetap mencapai rasio klaim 80%, maka:

·            Total klaim maksimal: Rp95 miliar × 80% = Rp76 miliar

·            Selisih: Rp90 miliar – Rp76 miliar = Rp14 miliar

·            Tambahan premi yang dibutuhkan: Rp14 miliar ÷ 10.000 = Rp1.400.000 per peserta

 

Kesimpulan:

Jika co-insurance dihapus:

·            Perusahaan harus menaikkan premi dari Rp9,5 juta → Rp10,9 juta per peserta per tahun

·            Alternatif: pertahankan premi tapi risiko tekor meningkat & laba underwriting menipis

 

6.3     Tabel rasio klaim dan proyeksi premi untuk produk asuransi kesehatan tanpa co-insurance, dengan asumsi:

·            Jumlah peserta: 10.000

·            Premi awal per peserta: Rp9.500.000

·            Total klaim tanpa co-insurance: Rp90.000.000.000

·            Tujuan: Menyesuaikan premi agar perusahaan tetap sehat secara finansial pada berbagai target rasio klaim (loss ratio).

 

Tabel: Proyeksi Premi terhadap Target Rasio Klaim

 

Target Rasio Klaim (%)

Total Premi Dibutuhkan (Rp)

Premi per Peserta (Rp)

Kenaikan dari Premi Awal (Rp)

70%

128.571.429.000

12.857.143

3.357.143

75%

120.000.000.000

12.000.000

2.500.000

80%

112.500.000.000

11.250.000

1.750.000

85%

105.882.353.000

10.588.235

1.088.235

90%

100.000.000.000

10.000.000

500.000

95%

94.736.842.000

9.473.684

-26.316 (lebih rendah dari premi awal)

 

Interpretasi:

·            Tanpa co-insurance, biaya klaim meningkat → premi harus dinaikkan agar perusahaan tidak defisit.

·            Jika perusahaan ingin menjaga rasio klaim ideal di 80%, maka premi harus naik menjadi Rp11.250.000 per peserta per tahun.

·            Jika premi tetap di Rp9.500.000, maka rasio klaim menjadi hampir 95%, yang berisiko terhadap kelangsungan dan margin underwriting.

 

6.4     Struktur Excel Interaktif: Simulasi Proyeksi Premi

Sheet 1: Input & Parameter

Variabel

Nilai

Jumlah Peserta

10.000

Premi Awal per Peserta

Rp9.500.000

Total Klaim Tanpa Co-Insurance

Rp90.000.000.000

 

 

 

 

 

 

 

 

Sheet 2: Simulasi Proyeksi Premi

arget Rasio Klaim (%)

Total Premi Dibutuhkan (Rp)

Premi per Peserta (Rp)

Selisih terhadap Premi Awal

70

=C2/0.70

=B2/A2

=C2−PremiAwal

75

=C2/0.75

=B3/A2

=C3−PremiAwal

80

=C2/0.80

=B4/A2

=C4−PremiAwal

85

=C2/0.85

=B5/A2

=C5−PremiAwal

90

=C2/0.90

=B6/A2

=C6−PremiAwal

95

=C2/0.95

=B7/A2

=C7−PremiAwal

 

Anda bisa ganti nilai di sheet 1 untuk melihat efek langsung di sheet 2.

 

 Grafik Visual di Excel:

1.           Pilih kolom Target Rasio Klaim (%) dan Premi per Peserta (Rp).

2.           Masukkan grafik Line Chart.

3.           Tambahkan garis horizontal Rp9.500.000 sebagai referensi premi awal.

4.           Tambahkan label pada titik data untuk memperkuat narasi diskusi pelatihan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII REFERENSI BACAAN :

1)          Fundamentals of Health Insurance (AHIP, USA) – Bab tentang Cost Sharing Mechanisms

2)          IRDAI (India) Guidelines on Health Insurance – menjelaskan cost-sharing termasuk co-insurance.

3)          World Bank Health Financing Reports – bagian tentang Demand Side Cost Sharing

4)          "Insurance Theory and Practice" by C. W. Williams Jr. – membahas tentang moral hazard dan co-insurance

5)          Makalah OJK / AAJI – mengenai desain produk asuransi kesehatan dan perilaku nasabah

Jurnal: The Impact of Co-insurance on Health Care Utilization – NBER Working Paper
 

Related Posts

MENGAPA TERTANGGUNG DIKENAKAN CO-INSURANCE 10% PADA ASURANSI KESEHATAN
4/ 5
Oleh