Manajemen risiko adalah salah satu bidang study yang belum popular dibanding bidang studi lainnya, seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, atau manajemen produksi. Walaupun demikian, pemahaman tentang manajemen risiko saat ini menjadi semakin dibutuhkan. Sejak krisis ekonomi menimpa Indonesia beberapa waktu yang lalu, beberapa perusahaan, termasuk bank-bank, satu-persatu gulung tikar. Kemungkinan sebagian dari mereka tidak siap untuk menghadapi risiko-risiko yang berhubungan dengan perubahan pasar, politik, atau mungkin social.
Naskah ini disusun sedemikian rupa agar mudah dibaca oleh siapa saja yang ingin mengetahui manajemen risiko. Khususnya manajemen risiko operasional perusahaan atau organisasi.
Langkah-langkah dalam proses manajemen risiko dimulai dari (1) identifikasi risiko (2) pengukuran risiko, termasuk pemetaan risiko, sampai dengan (3) penanganan resiko yang mencakup pengendalian dan pendanaan risiko.
kita
mengenal adanya beberapa jenis risiko yang antara lain adalah risiko
kredit (credit risk), risiko
likuiditas (liquidity risk), dan
risiko tingkat bunga (interest rate
risk). Disamping itu kita juga mengenal adanya risiko nilai tukar valuta
asing (foreign exchange rate risk), dan
risiko operasional (operational risk).
Berbagai jenis risiko itu juga dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu: (1)
Risiko yang sistematis (systematic risk), yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi
atau situasi tertentu yang bersifat makro, seperti perubahan situasi politik,
perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahan situasi pasar, situasi krisis
atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara umum;
dan (2) Risiko yang tidak sistematis
(unsystematic risk), yaitu risiko
yang unik, yang melekat pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja.
1. Risiko
kredit
Risiko kredit
muncul jika perusahaan tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan/atau
bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya.
Penyebab utama
terjadinya risiko kredit adalah terlalu mudahnya perusahaan memberikan pinjaman
atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat dalam mengantisipasi
berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Risiko ini akan
semakin nampak ketika perekonomian dilanda krisis atau resesi. Turunnya
penjualan mengakibatkan berkurang-nya penghasilan perusahaan, sehingga
perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban membayar
hutang-hutangnya. Hal ini semakin diperberat dengan meningkatnya tingkat bunga.
Ketika Perusahaan akan mengeksekusi kredit macetnya, Perusahaan tidak
memperoleh hasil yang memadai, karena jaminan yang ada tidak sebanding dengan
besarnya kredit yang diberikannya. Dan tentu saja Perusahaan akan mengalami
kesulitan likuiditas yang berat, jika ia mempunyai kredit macet yang cukup
besar.
Risiko kredit muncul manakala Perusahaan
tidak dapat memperoleh kembali tagihannya atas pinjaman yang diberikan atau
investasi yang sedang dilakukannya.
Penyebab
utama dari risiko ini adalah penilaian kredit yang kurang cermat dan lemahnya
antisipasi terhadap berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Risiko ini dapat ditekan dengan cara memberikan batas
wewenang keputusan kredit bagi setiap aparat perkreditan, berdasarkan
kapabilitasnya (autorize limit) dan
batas jumlah (pagu) kredit yang dapat diberikan pada usaha atau perusahaan
tertentu (credit line limit), serta
melakukan diversifikasi.
2. Risiko likuiditas
Pemicu utama
kebangkrutan yang dialami oleh Perusahaan, baik yang besar maupun yang kecil,
bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan lebih kepada
ketidakmampuan Perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
Likuiditas secara
luas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.
Likuiditas penting bagi Perusahaan untuk menjalankan transaksi bisnisnya
sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan
nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan
investasi menarik dan menguntungkan.
Likuiditas yang tersedia harus cukup, tidak boleh
terlalu kecil sehingga mengganggu kebutuhan operasional sehari-hari, tetapi
juga tidak boleh terlalu besar karena akan menurunkan efisiensi dan berdampak
pada rendahnya tingkat profitabilitas.
Risiko likuiditas muncul manakala Perusahaan mengalami
ketidak-mampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera, dan dengan biaya yang sesuai, baik untuk
memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun untuk memenuhi kebutuhan dana
yang mendesak.
Besar-kecilnya risiko ini
banyak ditentukan oleh :
a. kecermatan
perencanaan arus kas (cash flow) atau
arus dana (fund flow) berdasarkan
prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana-dana, termasuk mencermati
tingkat fluktuasi dana-dana (volatility
of funds);
b
Ketepatan dalam mengatur struktur dana-dana termasuk kecukupan dana-dana non
PLS;
c
Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
d
Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya,
termasuk fasilitas lender of last resort.
3 Risiko Nilai Tukar Valuta Asing
Risiko nilai tukar valuta asing (foreign exchange rate risk) timbul apabila Perusahaan mengambil
posisi terbuka (open position). Di
saat Perusahaan berada pada posisi beli (overbought
position / long position), kerugian akan terjadi bila nilai tukar mata uang
lokal (currency base) cenderung naik
(menguat), dan sebaliknya pada saat Perusahaan berada pada posisi jual (oversold position / short position),
kerugian akan terjadi apabila mata uang lokal cenderung turun (melemah).
Risiko nilai tukar valuta asing ini dapat ditekan
dengan cara membatasi atau memperkecil posisi, atau bahkan dapat dihindari sama
sekali bila Perusahaan selalu mengambil posisi squaire.
Perusahaan dituntut untuk mematuhi norma-norma
antara lain adalah:
a. Perusahaan hanya melakukan
transaksi komersil dan tidak boleh melakukan transaksi arbitrage;
b
Hanya akan melakukan pertukaran valuta asing secara tunai;
c
tidak melakukan short selling; dan
d
Bank Islam tidak akan pelakukan pertukaran tanpa penyerahan (non delivery trading).
4. Risiko Operasional
Menurut definisi Basle Committee, risiko operasional
adalah risiko akibat dari kurangnya (deficiencies)
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan
kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini berkaitan dengan kesalahan manusiawi
(human error), kegagalan sistem, dan
ketidakcukupan prosedur dan kontrol.
Dalam definisi ini kita jumpai semua komponen yang
relevan dengan risiko operasional yaitu:
a. Sistim informasi;
b Pengawasan
Internal;
c Kesalahan
manusiawi (human error);
d.
Kegagalan sistem; dan
e.
Ketidakcukupan prosedur dan kontrol.
Manajemen operasional merupakan area dimana
industri-industri, sektor-sektor yang penting, dan para kompetitor betul-betul
berkemauan untuk membagi informasi dan ide-ide. Setiap industri, sebagai
lembaga individu, untuk mencapai sukses memerlukan lingkungan dan ekonomi yang
stabil. Salah satu faktor yang dapat mengganggu adalah kegagalan perusahaan.
Bila kegagalan itu ternyata adalah akibat dari kelemahan kontrol operasional,
maka akibatnya adalah kepercayaan nasabah dan reputasi industri bisa hancur.
Adalah tidak mudah untuk menerapkan manajemen
risiko dari nol. Untungnya ada model yang dapat dicontoh. Kelompok industri
lain mempunyai metode pengelolaan risiko operasional yang sangat mapan, layak
dan teruji. Industri penerbangan,
industri petrokimia dan industri militer adalah contoh eksponen-eksponen ahli
dalam manajemen risiko operasional. Lembaga-lembaga keuangan dapat mengadopsi
model ini untuk memenuhi kebutuhannya.
Beberapa terms
yang sering digunakan dalam manajemen risiko operasional adalah sebagai
berikut:
Hazard: kondisi yang
potensial menyebabkan terjadinya kerugian atau kerusakan
Exposure: Sumber-sumber yang besar kemungkinannya diakibatkan
oleh even yang sudah terjadi, lembur atau pengulangan kejadian yang sama.
Probability: kemungkinan bahwa suatu even akan terjadi.
Risk: kemungkinan kerugian dari hazard,
diperhitungkan dari kemungkinan dan kehebatan kerugian selama periode tertentu.
Risk control: Tindakan
yang dirancang untuk mengurangi risiko, seperti perubahan prosedur, perbaikan
fasilitas, supervisi ekstra dan sebagainya.
Risk management: pengambilan keputusan yang rasional dalam keseluruhan
proses penanganan risiko, termasuk risk
assessment, sebagaimana tindakan untuk membangun dan menerapkan
pilihan-pilihan kontrol risiko.
Gambling: pengambilan keputusan risiko tanpa assessment yang rasional atau prudent atau keterlibatan manajemen
risiko.
Sebagai perbandingan, Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force) menggunakan enam tahap proses yang jelas dan sederhana.
Mereka berargumentasi bahwa lembaga atau organisasi lain yang menggunakan lima tahap proses,
hanyalah mengkombinasikan dua dari enam tahap proses mereka. Tahap-tahap
tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Mengidentifikasi hazard
Mempertimbangkan semua aspek dari situasi saat ini dan
yang akan datang, lingkungan dan masalah yang secara historis diketahui. Dalam mengidentifikasi hazard, pengalaman tidak dapat terlalu
diandalkan. Ini adalah alat yang paling efektif yang tersedia.
Pengidentifikasian hazard harus
didekati secara bersama karena tidak seorangpun yang dapat melakukannya sendiri
dengan sukses. “Pikirkanlah kesalahan yang dapat terjadi, sekecil apapun
kemungkinannya”.
(2)
Menaksir risiko
Berdasarkan hasil identifikasi hazard, tahap berikutnya adalah
menganalisis risiko yang terkait, bagaimana dan seberapa besar kemungkinannya.
Angkatan Udara Amerika Serikat percaya, bahwa tahap ini adalah merupakan inti
dari program manajemen risiko. Kesuksesan tahap ini tergantung pada kualitas
analisa risiko dan biaya.
·
Apa hasil terbaik ?
·
Apa hasil yang paling mungkin ? dan
·
Bagaimana kemungkinannya masing-masing ?
Ketiga pertanyaan tersebut masing-masing harus mendapat
perhatian yang cukup. Analisa dapat dilakukan secara kuantitatif ataupun secara
kualitatif, tergantung pada situasi (waktu, biaya dan kapabilitas).
Konsep penting lainnya, adalah interaksi.
Interaksi terjadi bila dua buah hazard
atau lebih terjadi bersama-sama sekaligus. Misalnya situasi dimana pengawasan
internal lemah terjadi pada ketidak-jujuran yang terjadi dalam suatu
lingkungan. Pengalaman dan pikiran jernih merupakan jalan terbaik untuk
menaksir interaksi secara konsisten.
(3)
Menganalisa kadar pengawasan risiko
Angkatan Udara Amerika Serikat menggunakan risk assessment matrix untuk membangun
kadar pengawasan yang diperlukan. Matrix mengkombinasikan berat-ringannya beban
risiko dan kemungkinan hazard sampai lima level. Level-level
risiko atau taksiran risiko operasional ini menjelaskan semua dampak dari semua
hazard yang terkait dengan operasi.
1) Sangat
tinggi (extremely high) :
kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan operasi
2)
Tinggi (high) : kehilangan
kemampuan untuk memenuhi persyaratan standar operasi
3)
Sedang (medium): turunnya
kemampuan dalam pemenuhan persyaratan standar operasi
4)
Rendah (low): Tidak (sedikit)
berdampak pada penyelesaian operasi
5)
Sangat rendah (residual risk):
risiko tersisa setelah dilakukan usaha pengurangan risiko.
Level-level risiko yang diperoleh dari matrix yang
digunakan itu adalah fleksibel dan bervariasi antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain, tergantung pada sifat dasar dari operasi dan
kemauan perusahaan untuk menerima risiko. Hal ini harus diformulasikan dalam
bentuk kebijakan tertulis oleh setiap bank. Walaupun demikian ada aturan yang
keras dan cepat, yang harus diterapkan yaitu: bila tidak dapat
mengontrol risiko – hindarkanlah !
Ada empat tahap dalam menganalisa
kadar pengawasan risiko yaitu :
I. Membangun
pengawasan risiko
Yaitu kadar pengawasan yang harus dibangun untuk
mengeliminasi hazard dan mengurangi
risiko. Begitu pengawasan risiko dibangun, maka risiko dievaluasi sampai risiko
dapat dikurangi, sampai pada level dimana manfaatnya lebih banyak daripada
biaya potensial.
II. Mengidentifikasi pengawasan
risiko
Pembangunan
pengawasan risiko diawali dengan pengambilan tingkat risiko yang ditentukan
sebelumnya dan mengidentifikasi sebanyak mungkin pilihan pengawasan risiko yang
mungkin diambil bagi semua hazard
yang melampaui tingkat risiko yang bisa diterima.
III. Menentukan
efektifitas risiko
Setelah identifikasi pilihan pengawasan risiko, proses
berikutnya adalah menentukan efek dari setiap pengawasan yang berkaitan dengan hazard.
IV.
Memilih pengawasan risiko
Pengawasan yang terbaik adalah yang konsisten dengan
tujuan operasional dan penggunaan sumber daya yang tersedia secara optimal.
(4) Membuat Keputusan Pengawasan
Risiko
Keputusan pengelolaan risiko harus dibuat secara dini
dalam tahap penyusunan perencanaan. Hal ini lebih mudah diintegrasikan dalam
suatu operasi daripada mencoba menyelipkannya pada tahap akhir. Keputusan yang
demikian dibuat setelah menganalisa secara hati-hati semua aspek operasi.
Proses analisa tersebut harus logis melalui konsultasi dengan semua unsur atau
pihak yang relevan.
Pada dasarnya tahap ini harus dilakukan oleh
kelompok manajemen senior yang bertanggung jawab atas strategi pengelolaan
risiko.
(5) Menerapkan Pengawasan
Setelah keputusan diambil, tahap berikutnya adalah
menerapkan pengawasan. Ini adalah tahap dimana manfaat dari persiapan dan
pemikiran yang hati-hati menjadi jelas.
Dalam rangka mencapai kesuksesan dalam penerapan
pengawasan, haruslah ditemukan kebutuhan mutlak untuk mendapatkan satu
pendekatan menyeluruh terhadap risiko operasional, dan kebijakan umum harus
dipertahankan dengan ketat untuk memastikan integritas.
Manajemen pada semua level harus diberikan
wewenang untuk mengkomunikasikan semua
standar yang diperlukan kepada staf mereka dan kemudian menerapkannya dalam
wilayah tanggung jawab mereka. Manajemen tidak boleh menganggap bahwa staf
mereka tahu ataupun mengerti pengawasan yang ditentukan. Konsekuensinya, setiap
pernyataan yang berhubungan dengan manajemen risiko harus jelas, praktis dan
disosialisasikan.
(6) Supervisi dan
evaluasi
Setiap program manajemen risiko, baik risiko
operasional, risiko pasar atau risiko kredit, harus secara berkesinambungan (continue) di-review dan di-update.
Risiko operasional adalah dinamis dan terus-menerus berubah, lebih dari risiko
pasar dan risiko kredit. Program tersebut tidak dapat hanya ditulis sebagai
doktrin lalu dilupakan.
Adalah tanggung jawab manajemen untuk memastikan
bahwa standar minimum telah diikuti dan standar maksimum dicapai semaksimal
mungkin. Bila menemukan sesuatu yang tidak direncanakan, maka program tersebut
harus diberhentikan dan dievaluasi.
Itulah proses yang telah dilakukan oleh Militer
Amerika Serikat, dan dapat dipakai oleh tipe organisasi lain yang berbeda dalam
menghadapi isu manajemen risiko operasional. Lembaga keuangan dapat belajar
dari pengalaman mereka, dan pengalaman dari yang lain.
Dr. Paul Dorey dari Barclays Bank
menyatakan, bahwa manajemen risiko bukan hanya sekedar kemungkinan (probability), tetapi juga masalah
informasi atau kekurangan informasi.
Mereka percaya bahwa bagaimanapun proses dipilih
untuk menerapkan strategi pengelolaan risiko, dimana ada tiga elemen yang
merupakan kunci sukses penciptaan dan penerapannya, yaitu:
Budaya
(culture)
Apakah Pengurus (the Board of Directors) dan
manajemen senior dari lembaga keuangan menerima dan secara aktif
memelihara tanggung jawab dalam
manajemen risiko.
Apakah mereka sebagai tim bekerja sama dan
mendemonstrasikan penerimaan tanggung jawab itu.
Informasi
Apakah institusi keuangan telah memformulasikan
prosedur untuk memperoleh informasi secara sentral, terkoordinir dan memungkinkan
kelompok manajemen membuat keputusan-keputusan yang diketahui secara baik
tentang bagaimana mereka mengelola risiko operasional.
Tindakan
Apakah keputusan-keputusan pengawasan diambil
secara cepat dan secara meyakinkan, dan penerapannya diawasi dengan ketat dan
tertib.
Tidak ada seorangpun dapat membantu menciptakan
ketiga faktor tersebut. Hal ini harus diputuskan atau diciptakan oleh manajemen
dari masing-masing institusi
manajemen risiko operasional perusahaan atau organisasi.
4/
5
Oleh
sudarno hardjo