Sistem Terbuka
Hukum perjanjian dikatakan menganut sistem terbuka
karena hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian apa saja dan yang berisikan
apa saja dan dengan siapa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan.
Hal itu disimpulkan dari isi pasal 1338 KUHPerdata yang
berbunyi :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Azas Kebebasan Berkontrak
Sistem terbuka dari hukum perjanjian, yang disimpulkan dari
isi pasal 1338 KUHPerdata, mengandung azas kebebasan berkontrak
(“freedom of contract” atau “laissez faire”).
Tetapi kebebasan itu bukanlah kebebasan yang
sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan yang harus memperhatikan ketertiban umum
dan kesusilaan untuk tidak dilanggar.
Hukum Pelengkap
Dengan azas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam
sistem terbuka dari hukum perjanjian, maka pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian diperbolehkan menyingkirkan pasal-pasal dari hukum perjanjian jika
hal itu dikehendaki pihak-pihak tersebut dan diberi kebebasan untuk
memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan atau melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan. Artinya,
pihak-pihak itu diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam
perjanjian yang mereka adakan. Jika
mereka tidak mengatur sendiri sesuatu hal dalam perjanjian yang mereka adakan
itu, berarti mengenai hal itu akan tunduk pada undang-undang.
Jadi, pasal-pasal dari hukum perjanjian dapat dikatakan melengkapi
perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap; dengan perkataan lain,
hukum perjanjian dapat dikatakan sebagai hukum pelengkap.
SISTEM TERBUKA, AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK, DAN HUKUM PELENGKAP
4/
5
Oleh
sudarno hardjo