Azas Konsensualisme
Hukum perjanjian dikatakan berazaskan konsensualisme atau
konsensualitas, yang artinya bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang
ditimbulkannya telah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan
(consensus).
Dengan perkataan lain, suatu perjanjian sudah sah dan
menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi pihak-pihak yang mengadakannya
apabila pihak-pihak itu sudah sepakat (consensus) mengenai hal-hal yang pokok,
dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas.
Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang murni atau
yang dikenal sebagai consensus ad idem, dan bukan kesepakatan yang
tidak murni atau kesepakatan semu.
Suatu kesepakatan adalah merupakan kesepakatan semu atau
tidak murni apabila kesepakatan itu diberikan karena adanya :
•
kekhilafan (“mistake”);
•
paksaan (“duress”);
•
penipuan (“fraudulent misrepresentation”).
PRIVITY OF CONTRACT
Psl 1340 KUH Perdata ¨ persetujuan-persetujuan hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya. Pihak ketiga (atau pihak diluar persetujuan
atau perjanjian) tidak dapat ikut menuntut suatu hak berdasarkan persetujuan
atau perjanjian itu. Prinsip ini dikenal
sebagai azas kepribadian atau Doktrin Privity of Contract. Doktrin Privity of
Contract banyak ditemukan dalam putusan hakim di negara Common law, cth. Case:
Dunlop Pneumatic Tyre Co.Ltd v Selfridge & Co.Ltd (1915).
Terdapat pengecualian terhadap azas kepribadian dalam hukum
perjanjian. Dalam Psl. 1317 KUH Perdata
memperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan pihak
ketiga.
Contoh, dalam Polis Asuransi, antara Penanggung dan
Tertanggung, dimana atas permintaan Tertanggung dilekatkan klausula Bank,
dimana Bank menjadi pihak yang pertama mendapat penggantian.
AZAS KONSENSUALISME DAN AZAS KEPRIBADIAN KONTRAK (PRIVITY OF CONTRACT)
4/
5
Oleh
sudarno hardjo